BERFIKIR SECARA POSITIF
MENURUT PANDANGAN ISLAM
RSS

HILANGKAN PENYAKIT HATI

Sering kali, kita sendirilah yang membuat rasa cemas terjadi pada diri kita. Juga kita sendiri yang memilih terjadinya kesusahan dan kesedihan. Bahkan lebih dari itu, mungkin ada diantara kita yang menyiksa diri dengan peyakit hati pada diri kita. Penyyakit ini tentu bukan karena virus atau sejenis mikroba, akan tetapi peyakit akibat adanya kerusakan pikiran dan akibat sedikitnya iman kita kepada Alloh swt.

Salah satu contoh penyakit tersembunyi ini adalah iri. Orang yang berpenyakit iri, akan lebih menyakiti dirinya sendiri daripada menyakiti orang lain. Orang yang iri ini akan menyiksa diri sendiri karena suatu hal yang bukan miliknya.
Ada syair yang berbunyi,
“Alangkah indah dan adilnya sifat iri itu bila sifat iri sudah mulai menyerang pemiliknya. Selanjutnya pemiliknya akan dibunuhnya pula.”
Alloh swt. berfirman,
“Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Alloh swt. telah berikan kepadanya? Sesungguhnya Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepadanya kerajaan yang besar.”(An-Nisaa’: 54)
Orang-orang Yahudi sangat memusuhi orang-orang mukmin. Hal yang mencegah mereka untuk beriman kepada Nabi Muhammad saw. adalah  perasaan iri mereka kepada Rasululloh saw. karena beliau merupakan orang Arab dan bukan merupakan keturunan Bani Israel. Selanjutnya, lihatlah bagaimana sifat iri itu menghancurkan pemiliknya. Mereka menuju ke neraka dan tetap tidak mempercayai bahwa Rosululloh benar-benar seorang nabi. Mereka juga mengenal siapa Rosululloh seperti halnya mereka mengenal anak-anak mereka sendiri. Akan tetapi, karena sifat iri yang masih ada dalam diri mereka, akhirnya mereka menjadi kafir dan berpaling dari petunjuk Alloh swt.. Alloh swt. tidak membutuhkan mereka karena Alloh swt Mahasuci, Mahakaya, dan Maha Terpuji. Lihatlah sekali lagi apa yang diperbuat sifat iri kepada pemiliknya, tak lain adalah akan membawa menuju kekufuran. Naudzubillah. Untuk itu Rasululloh saw. telah memperingatkan umat beliau dari bahaya sifat iri. Sebagaimana dalam sabda beliau,
Yang artinya,
“Waspadalah kalian dari sifat iri karena  iri itu akan memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar atay rerumputan(sebagaimana dikatakan dalam riwayat lain).”(HR Abu Dawud)
Beliau juga bersabda, yang artinya,
“Penyakit umat-umat terdahulu akan menjalar kepada kalian, yakni  penyakit iri  dan saling membenci. Keduanya adalah pemangkas. Aku tidak mengatakan ini akan memangkas rambut, akan tetapi ini akan memangkas agama.”(HR At--Tirmidzi)
Hasan r.a. pernah berkata,”Aku tidak pernah melihat orang yang dzalim, keadaannya seperti orang yang dizalimi, seperti halnya keadaan orang yang sedang iri yakni berperasaan terus, selalu bersedih, dan air mata terus menetes tak terhenti.”
Ibnu Mas’ud r.a. pernah berkata,”Janganlah kalian menentang nikmat-nikmat Alloh swt.” Dikatakan kepadanya,”Siapakah yang menentang nikmat-nikmat Alloh swt. itu?”Ia menjawab, ”Mereka adalh orang-orang yang iri kepada manusia karena karunia yang Alloh swt. telah berikan kepadanya.”
Seorang ahli fiqih yang bernama Mansyur pernah mengatakan,
“Katakan pada orang yang selalu iri kepadaku, tahukah engkau kepada siapa, engkau telah bertindak tidak sopan. Engkau telah bertindak tidak sopan kepada Alloh swt. atas ketentuannya karena engkau tidak rela atas apa yang Alloh swt. berikan kepadaku.”
Ada pula yang mengatakan bahwa iri merupakan dosa pertama dalam maksiat kepada Alloh swt., baik di langit maupun di bumi. Jika di langit adalah irinya iblis kepada Adam a.s., sedangkan di bumi adalah irinya Qabil kepada Habil.
Seorang laki-laki dari kaum Quraisy pernah mengatakan, “Mereka telah iri atas kenikmatan yang telah tampak, selanjutnya mereka menyambarnya dengan kata-kata batil. Bila Alloh swt. memberikan suatu kenikmatan, kata-kata para penentang nikmat tidak akan  berpengaruh pada nikmat-nikmat itu.”
Sifat iri ini telah banyak terjadi pada kelompok-kelompok masyarakat. Ketika mereka berkumpul, bahan pembicaraan mereka tak lain hanya seputar nikmat-nikmat Alloh swt. yang diberikan kepada orang lain. Mereka merasa terbakar dan kecewa atas kondisi mereka sendiri,yaitu ketika mereka melihat bagaimana Alloh swt. mencukupi orang lain. Hal ini yang membuat pandangan mereka tidak nyaman. Begitu pula ketika seseorang diberi sebuah karunia, mereka membiarkan perasaan iri membakar semua amal-amal kebaikan mereka, dan setelah itu tentu akan memakan niat baik mereka, lalu menghancurkan jiwa mereka sendiri.
Saudara sesama muslim, jauhilah sifat iri. Larilah jauh-jauh dari hal itu, seperti Anda lari karena takut singa. Jangan pernah iri kepada seseorang ang telah Alloh swt. berikan berikan karunia-Nya. Dengan  iri itu, Anda telah menyalahkan keadilan Alloh azza wa jalla, Alloh swt. Mahatinggi dari semua itu. Jika Anda iri, maka seakan-akan Anda mengatakan kepada Alloh swt., “Engkau telah memberi kepada seseorang yang tidak berhak menerimanya dan Engkau malah meninggalkanku.”Astaghfirulloh. Apakah Anda ingin Anda sendirilah yang membagi-bagi rezeki?
Apakah Anda lebih mengetahui mengenai kondisi makhluk-makhluk Alloh swt. daripada Alloh swt. sendiri? Jagalah diri Anda dari sifat iri karena dalam iri akan tumbuh dan berkembang rasa benci antara sesama manusia. Dengan sifat iri ini akan timbul permusuhan, permasalahan dan peperangan.
Mengapa Anda menyiksa diri Anda sendiri dan mengapa Anda biarkan kesusahan dan kesedihan menguasai Anda hanya karena sifat ini? Jangan pernah benci kepada seseorang yang Alloh swt. telah memberikan kepadanya sebagian dari karunia-Nya. Minta ampunlah kepada Alloh swt. Dengan begitu, perasaan dan jiwa Anda akan menjadi tenang dan tenteram. Anda akan terjauh dari rasa cemas, kesusahan, dan kesedihan. Ya Alloh swt., kami berlindung kepada-Mu dari sifat iri.     
          

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

HILANGKAN PERASAAN TAKUT GAGAL

Perasaan takut gagal hampir selalu terlintas dalam hati kita. Perasaan seperti ini bukanlah sesuatu yang fitrah atau merupakan bawaan sejak lahir. Didikan sosiallah yang berperan besar dalam memberikan pengaruh akan perasaan seperti ini.

Keluarga kita kerap sekali menanamkan rasa takut gagal sewaktu kita masih kanak-kanak. Dengan begitu, bayang-bayang kegagalan  selalu hadir di hadapan kita hingga kita dewasa. Berawal dari hal itulah kita menjadi takut akan suatu hal yang tidak kita ketahui.
Akibat lebih lanjutnya, kita menjadi tidak berani megerjakan suatu pekerjaan yang belum kita ketahui. Kita baru berani mengerjakannya bila kita sebelumnya telah mencobanya atau kita baru akan membuat suatu proyek niaga bila telah mencontoh keberhasilan orang lain.
Hal ini tidak bisa dibenarkan. Sekalipun mereka memiliki prasarana yang lengkap dan persiapan yang sempurna untuk mengerjakan suatu pekerjaan, mereka tetap saja takut untuk melangkah karena takut gagal. Dr. Wyne W. Dyer dalam bukunya, 10 Secret for success and Inner Peace mengatakan bahwa rasa takut gagal sangat menjangkiti masyarakat kita karena rasa takut itu sudah terekam dalam pikiran sejak masa anak-anak dan terus melekat sepanjang hidup. Terkadang Anda merasa terkejut ketika baru pertama kali mendengar mengenai suatu hal. Hal ini karena fenomena kegagalan tidak memiliki wujud yang konkret.
Arti gagal secara sederhana adalah pandangan seseorang berdasarkan cara pandang orang lain dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Kegagalan akan menjadi mustahil apabila Anda yakin bahwa tidak ada suatu pekerjaan yang harus dikerjakan hanya dengan cara-cara tertentu dan terarah sesuai dengan arahan orang lain. Memang, dalam suatu kondisi, terkadang Anda bisa pula gagal dalam menjalankan suatu tugas hanya karena mengikuti cara pandang Anda pribadi. Yang terpenting disini bukanlah menilai suatu pekerjaan dengan penilaian Anda pribadi. Tiadanya keberhasilan dalam usaha tertentu bukan berarti bahwa Anda telah gagal secara pribadi, melainkan secara sederhana Anda hanya gagal pada usaha  itu saja pada saat ini.
Bayangkan kegagalan ibarat menggambarkan perilaku seekor binatang. Coba pikirkan, ketika seekor anjing bisa menggonggong selama lima belas menit. Anda akan memberikan penilaian seratus pada anjing itu. Bayangkan pula ketika orang lain yang mengatakan, “Anjing ini tidak bisa menggonggong dengan baik. Karena itu aku beri nilai yang rendah pada anjing ini.” Sungguh sangat naif! Mustahil seekor binatang dinilai gagal dalam hal menggoggong hanya karena tiadanya rujukan dasar untuk memberikan penilaian atas perilaku seekor binatang secara alami.
Contoh lain, seekor kucing sedang memburu tikus. Apabila kucing ini tidak berhasil dalam satu kali langkah, maka sudah pasti kucing ini akan mencobanya lain kali. Kucing ini juga tidak akan tinggal diam dan beranjak menjauh begitu saja hanya karena mengeluhkan tikus buruannya yang lari. Bisa pula sang kucing tidak akan merasa putus asa karena gagal. Karena hal ini telah menjadi perilaku alami. Berdasarkan analogi ini, janganlah Anda menerapkan sifat mudah menyerah dalam perilaku Anda. Bisakah Anda membebaskan diri Anda  dari perasaan takut gagal?
Perasaan takut gagal akan mencegah kita untuk mengarungi pengalaman yang sangat banyak, menarik, dan berguna bagi kita. Orang-orang yang telah membebaskan dirinya dari perasaan takut gagal, mereka adalah orang-orang yang paling berhasil yang pernah kita lihat.
Jangan khawatir dengan pandangan orang lain mengenai Anda, juga cacian orang lain kepada Anda. Ketika Anda gagal untuk pertama kali, atau bahkan lebih dari sekali. Anda tidak perlu memikirkan hal ini sama sekali. Akan tetapi bila Anda telah mengalami satu kali kegagalan, jadikanlah kegagalan ini sebagai pintu menuju kesuksesan karena kegagalan memang benar-benar pintu gerbang kesuksesan. Orang yang tidak pernah mengalami kegagalan satu kali saja dalam hidupnya, secara umum tidak akan memperoleh keberuntungan dan kesuksesan. Kalaupun ada kesusesan itu pun sangat jarang terjadi.
Semua orang besar pernah mengalami kegagalan, paling tidak satu kali dalam hidup mereka karena bila tidak pernah gagal, mereka tidak akan bersungguh-sungguh untuk mendapatkan kesuksesan dalam hidup. Sebagaimana adanya kegagalan dalam hal tertentu, hal itu akan menjadikan Anda mengenali titik-titik kelemahan dan kekuatan pada pribadi Anda sehingga Anda dapat mengembangkan titik kekuatan Anda dan menghilangkan titik lemah Anda.
Sudah menjadi kewajiban kita untuk dapat memisahkan dua hal ini, yaitu kegagalan da kekuatan pribadi serta penghormatan pada diri pribadi. Maksudnya, kegagalan hendaknya sama sekali tidak menghilangkan penghormatan Anda kepada kepribadian Anda sendiri karena kegagalan itu bukan berarti lemahnya kepribadian Anda.
Bila seseorang berdasarkan penilaian pribadinya tidak membedakan antara kegagalan dan kesuksesan, semuanya itu akan menjadikannya tidak memiliki nilai kepribadian. Marilah kita merenung mengenai Thomas Alfa Edison. Seandainya ia menafsirkan bahwa semua pekerjaan yang ia lakukan sebagai bukti kepakaran dirinya dan ia anggap sebagai kegagalan, niscaya ia akan berhenti untuk terus berkarya setelah kegagalannya pertama kali. Niscaya ia akan menjuluki  dirinya sendiri sebagai orang yang gagal dan tentu ia akan menghentikan usahanya untuk menyinari alam ini.
Memang, benar bahwa perasaan takut gagal adalah batu sandungan yang akan menghalangi langkah kita menuju kemajuan sehingga kita menjadi terbelenggu dalam keadaan cemas dan menderita karena banyaknya urusan. Hal itu, intinya adalah karena kita takut gagal. Bukanlah waktu belum terlambat untuk menghilangkan perasaan bersalah ini? (dikutip dari buku Adil Fathi Abdullah Membangun Positive Thinking Secara Islam)          

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

BAGAIMANA MENJADI ORANG KAYA

Sebagian orang menyangka bahwa agama Islam adalah agama yang memerangi kekayaan dan justru menganjurkan kefakiran. Hal ini sama sekali tidak benar. Bagaimana seorang muslim dapat menyangka bahwa Islam menganjurkan kefakiran, sedangkan Rasululloh saw. sendiri berlindung kepada Alloh swt. dari kefakiran.
Rasululloh saw. bersabda, yang artinya,

“Ya Alloh, Aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran.”(HR an-Nasa’I dan Ibnu Hibban)
Perhatikanlah bagaimana Rasululloh saw. menyertakan antara kata kufur dengan kata fakir.
Bagaimana mungkin Islam menganjurkan kefakiran, sedangkan Alloh swt. telah memberi kenikmatan pada Nabi-Nya  berupa kekayaan sebagaimana dalam firman-Nya,
“Bukankah Dia mendapatimu  sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu? Dan Dia mendapatimu  sebagai seorang  yang bingung, lalu  Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.”(Adh-Dhuhaa: 6-8)
Rasululloh saw. juga telah memuji orang kaya yang saleh, sebagaimana sabda Rasululloh saw., yang artinya,
“Sebaik-baik harta adalah harta yang dimiliki seseorang yang saleh.”(HR Ahmad dan Al-Haakim)
Islam tidak menganjurkan kefakiran, melainkan berusaha memperbaiki cara pandang terhadap makna kaya. Kaya menurut Islam bukan dilihat pada banyaknya harta yang dimiliki seseorang, melainkan adanya rasa puas da ridho dengan sesuatu yang didapat, baik banyak maupun sedikit.
Kekayaan, pada hakikatnya ada di dalam perasaan jiwa dan bukan pada  apa yang dimiliki seseorang. Sebagai contoh, Ahmad memiliki uang sepuluh ribu pound. Ia merasa puas dengan pekerjaannya. Ia juga ridho dengan rezeki yang dikaruniakan Alloh swt. kepadanya. Ia juga rasa lapang dada karena ia bekerja dan memperoleh uang dengan jumlah itu. Inilah yang disebut dengan kaya.
Usamah memiliki uang satu juta pound. Akan tetapi, ia tidak puas dengan uang sejumlah itu karena ia membutuhkan jumlah yang lebih banyak daripada itu. Ia merasa cemas bila uangnya berkurang. Ia juga tidak ridho dengan hasil perdagangannya yang telah menghasilkan uang sejumlah itu. Ia merasa kebutuhannya lebih besar daripada uang yang dimilikinya karena menurutnya, uang itu semestinya berlipat ganda, ia tetap merasa tidak puas menerima. Akibatnya, ia terus mencari tambahan dan tidak merasa ridho. Bahkan ia merasa cemas dengan masa depannya. Hal seperti inilah yang termasuk fakir, walaupun memiliki harta yang banyak.
Rasululloh saw. bersabda, yang artinya,
“Kaya bukanlah karena banyaknya harta, melainkan yang disebut kaya adalah kaya jiwa.”(HR Bukhari dan Muslim)
Bila Anda ingin menjadi orang kaya,  henndaknya Anda bekerja, kemudian ridho dengan rezeki yang telah Alloh swt. karuniakan kepada Anda. Selain itu, pujilah Alloh swt. atas pemberian-Nya. Semua ini tidak akan menghalangi Anda untuk mencari-cari sesuatu yang lebih afdhal, hanya saja jangan sampai merasa cemas dengan harta yang Anda miliki. Bertambah atau berkurangnya harta adalah kuasa Alloh swt. dan Anda tidak memiliki kekuasaan atas hal itu. Kita hanya berencana dan berbuat, sedangkan hasilnya, terimalah dengan ridho bagaimanapun keadaannya. Berbahagialah Anda dengan apa yang Alloh swt.  
Dengan begitu, Anda akan menjadi orang kaya kelak. Penyebab utama dari rasa lelah dan cemas yang dirasakan orang-orang adalah adanya rasa kekhawatiran akan harta serta ambisi ingin mencari-cari dunia dengan rakus dan cinta buta. Mereka beranggapan seakan-akan  dunia itu akan pergi meninggalkan mereka.
Ini merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya. Penyakit ini telah berpindah kepada kita melalui perangkat media  informasi yang telah memberikan gambaran kepada kita bahwa ada pertempuran harta dan uang di dunia. Media informasi ini adalah perangkat media informasi barat yang dikenal sangat mengagung-agungkan dan mengelu-elukan uang. Hal inilah yang menjadikan orang-orang terengah-engah  kepayahan mengejar harta demi  berbagai keuntungan yang tidak ada puas-puasnya.
Lebih parah, mereka mencari tambahan keuntungan dan berusaha  mencarinya dengan berbagai cara tanpa memperhatikan halal atau haramnya. Selain itu, mereka juga tidak memperhatikan hak-hak orang lain dan kalangan fakir miskin. Ini merupakan sumber penyakit hidup materialistis yang tidak mengenal takaran kecuali berdasarkan harta. Merekapun tidak menjalin hubungan kecuali karena harta. Akibatnya, orang yang tidak memiliki harta akan diremehkan dan dianggap tidak ada harganya, walaupun orang itu mempunyai moralitas yang tinggi. Sebagaimana kami katakan, bahwa Islam tidak bertentangan dengan kekayaan. Akan tetapi, Islam itu menentang bila kekayaan dijadikan sebagai ukuran dan timbangan di antara sesama manusia.
Oleh karena itu, Rasululloh saw. bereknan untuk membenahi pemahaman mengenai hal ini di antara para sahabat beliau sebagaimana dalam hadits berikut. Sahl r.a. berkata, yang artinya,
“Seorang laki-laki (kaya) lewat dihadapan Rasululloh saw., kemudian Rasululloh saw. bersabda,’Apa yang kalian katakan mengenai orang ini?’ Mereka (para sahabat) menjawab,’Orang ini jika melamar pasti diterima. Jika ia memberi rekomendasi, ia akan dituruti. Dan jika ia berkata ia akan didengarkan.’ Sahl berkata lagi, ‘Kemudian Nabi saw. terdiam. Lantas seorang laki-laki  fakir dari kaum muslimin lewat, kemudian Nabi saw. bersabda, ‘Apa yang kalian katakan mengenai orang ini?’ Mereka (para sahabat) menjawab, ‘Jika orang ini melamar, ia tidak akan diterima. Jika ia memberi rekomendasi ia tidak dituruti, dan jika ia berkata, ia tidak didengarkan’. Maka Rasululloh saw. bersabda, ‘  Orang yang fakir ini lebih baik dari seisi bumi dibandingkan orang kaya ini.’(HR Bukhari dan yang lainnya)          
Jadi, kaya bukanlah segala-galanya. Pemilik harta bukan yang paling utama. Ukuran ketakwaanlah  yang diperkenalkan Islam untuk membandingkan manusia satu sama lain.
Jangan sampai lairan materialisme itu, menjadikan kita lupa untuk menjalin hubungan sosial yanng erat. Jangan sampai sarana media informasi  dengan kilauan materinya, menjadikan kita terengah-engah mengejar materi, serta jangan sampai menjadikan kita sedih dan cemas hanya karena materi. Akibatnyapun kita menjadi lupa bahwa sebenarnya kekayaan ada di dalam jiwa sebelum ada di dalam materi. Ketahuilah, bahwasanya sekalipun seseorang kaya, hal itu tidak akan berguna bila ia tetap diilanda kecemasan. (dikutip dari buku Adil Fathi Abdullah Membangun Positive Thinking Secara Islam)     

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

BERGAUL DENGAN ORANG YANG SELALU CEMAS

Banyak sekali orang yang cemas yang berteman dengan seseorang yang mengalami hal serupa. Anda akan melihat mereka akan bertukar pikiran mengenai apa yang mereka cemaskan. Terkadang mereka sengaja duduk berkumpul hanya untuk berbagi cerita mengenai kesusahan dan kesedihan yang mereka alami. Sebagaimana disabdakan dalam hadis Rasululloh saw, yang artinya,

“Seseorang itu mengikuti agama temannya, oleh karena itu lihatlah terlebih dahulu siapa yang akan dijadikan teman baginya.”(HR At-Tirmidzi)
Dalam perumpamaan disebutkan bahwa burung mengikuti bagaimana keadaannya. Sungguh, bergaulnya seseorang yang memiliki rasa cemas dengan teman-temannya yang memiliki sifat yang sama akan mengakibatkan kecemasan yang dirasakan orang itu menjadi bertambah. Contohnya, Ahmad merasa cemas karena gaji yang belum ia peroleh, sedangkan ada isu simpang siur yang mengabarkan bahwa nantinya akan terjadi sesuatu.
Ahmad sangat mengkhawatirkan gajinya yang ia bayangkan tidak akan mencukupi kebutuhan. Hal ini tentu sangat mencemaskan baginya. Oleh karena itu, pembicaraan yang ia ucapkan hanya mengenai gaji yang belum ia peroleh. Ketika Ahmad bertemu dengan temannya yang bernama Ali, mereka mulai berbicara mengenai hal itu pula, hingga akhirnya keduanya saling mengungkapkan kecemasan. Mereka telah menghabiskan banyak waktu hanya untuk berbicara mengenai perasaan cemas yang berkaitan dengan masa depan dan yang berkaitan dengan anak-anak mereka. Dengan demikian, keduanya telah saling mencurahkan kecemasan yang dialami satu sama lain.
Setelah keduanya berpisah menuju ke tempat masing-masing, mereka mulai merasa lega, namun hanya sementara karena rasa lega itu timbul akibat keduanya telah saling mencurahkan isi hati mereka. Rasa cemas itu sendiri belum sepenuhnya berakhir. Mereka masih merasa cemas. Alangkah baiknya bila temannya yang bernama Ali ini mau berbuat yang benar dengan tidak menambahkan beban kecemasan yang dialami Ahmad. Seharusnya ia membantunya agar terbebas dari cemas dengan cara mencari solusi bersama-sama untuk mengatasi permasalahan yang sedang mereka bicarakan selama ini.
Bila tidak ada solusi, sebaiknya serahkanlah sepenuhnya kepada Alloh swt. dan jangan terlalu dipikirkan. Karena berpikir mengenai permasalahan yang tidak ada solusinya dan masalah yang menimbulkan rasa cemas, hanya akan membuang-buang waktu.
Oleh karena itu, serahkan saja segala urusan kepada Alloh swt. dan ridholah dengan apa yang akan terjadi atau cari penyelesainnya nanti. Sekarang, alangkah baiknya bila kita tidak menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang tidak dapat kita selesaikan. Memiliki sosok teman yang sama-sama memiliki rasa cemas merupakan suatu masalah karena mereka tidak akan membantu kita untuk mencari solusi, akan tetapi justru akan membuat kita merasa kecewa dan menyesal.
Ini merupakan  hal terburuk dalam kecemasan Anda karena akan menghilangkan kebahagiaan Anda dan menjauhkan Anda dari kebahagiaan itu. Hal itu karena adanya perasaan kecewa pada diri sendiri dan selalu membicarakan mengenai nasib buruk adalah merupakan perilaku yang akan menghancurkan kepribadian. Seseorang dengan cara berpikir seperti ini tidak akan menemukan solusi, sekalipun solusi itu sudah ada dihadapannya karena ia hanya memandang titik-titik hitam yang sangat gelap dalam hidupnya dan tidak menghargai kesuksesan yang telah ia capai. Ia justru lebih berkonsentrasi pada hal lain.
Sebagai contoh, apabila orang ini adalah sosok sarjana dan lulus di tahun terakhir masa kuliahnya dengan nilai ”Cukup” ,Anda akan melihat ia tidak bergembira dengan kelulusannya, melainkan terus meratapi nasibnya karena tidak mendapat nilai “Bagus”.
Dengan begitu, orang ini merasa bahwa ia tidak mendapatkan hal-hal yang ia inginkan. Bila orang ini mendapatkan nilai “Bagus”, Anda juga akan melihatnya bersedih karena tidak memperoleh nilai “Bagus sekali” karena baginya nilai itu akan berguna sekali agar ia untuk menempati jabatan tertentu. Begitulah, seseorang selalu memamdang sisi terbaiknya. Berawal dari sana, orang ini akan selalu merasa cemas.
Seandainya ia memandang sisi terbaik atau sisi yang baik saja dalam hidupnya, lalu optimis dengan hal tertentu Anda akan melihat ia menjadi lebih baik dan lebih menyenangkan.
Untuk ini, sebaiknya ia berusaha menghilangkan cara berfikir seperti itu. Sebaiknya ia membebaskan dirinya ddari teman-teman yang gemar merasa cemas karena mereka akan membantunya berfikir dengan cara seperti ini serta mereka tidak akan dapat menunjukkan kepadanya sisi yang paling cemerlang dan paling bersinar dari hidupnya. Ini bukan sekadar nasihat dan bukan sekadar kata-kata hikmah. Ini merupakan obat jiwa dari sekian banyak penyakit jiwa yang ada. Ini juga merupakan hukum untuk membawa kebahagiaan bagi jiwa manusia, bahkan sesungguhnya, perkataan ini merupakan ucapan manusia pilihan, yaitu Nabi Muhammad saw.. Merupakan hal yang sangat penting jika kita memegang teguh sabda  di atas karena jiwa manusia akan menjadi baik bila berpegang  dengan perkataan ini. Rasululloh saw. bersabda, yang artinya,
“Salah seorang dari kalian tidak dikatakan beriman, hingga mencintai saudaranya seperti halnya mencintai dirinya sendiri.”(Muttafaq ‘alaih)
Ketika Anda mencintai saudara Anda seperti Anda mencintai diri sendiri, dada Anda akan terasa lapang, jiwa Anda akan terasa tenang, dan Anda akan merasakan puncak kepuasan. Hanya dengan itulah Anda akan merasakan manisnya iman. Manisnya iman ini tidak dapat dirasakan dengan lisan, melainkan dengan hati. Anda juga akan merasakan kebahagiaan jiwa yang menyeluruh. Tahukah Anda mengapa ini dapat terjadi? Karena kebahagiaan Anda menjadi bertambah, ketika Anda melepaskan diri dari rasa bencidan memenuhinya dengan rasa cinta. Kebahagiaan Anda menjadi bertambah ketika Anda menanggalkan titik-titik hitam. Titik-titik hitam ini bisa berupa rasa dengki, benci, dendam, iri, dan lain sebagainya.
Semua keburukan itu telah mulai berakhir dan berjatuhan ketika Anda mulai mencintai saudara Anda seperti halnya mencintai diri sendiri. Ketika itulah Anda merasakan ketenangan jiwa.
Jika pertanyaannya, mengapa Anda merasa iri kepada saudara Anda? Jawabannya adalah karena Anda lebih mencintai diri sendiri. Anda berharap terjadi suatu kebaikan pada diri Anda dan tidak mengharapkan terjadi pada selain Anda. Ketika Anda mencintai selain Anda seperti halnya mencintai diri sendiri, akan hilanglah rasa iri itu.
Terkadang Anda biasa mengatakan, “Setiap orang lebih mencintai dirinya sendiri.” Iya, memang. Dan saya tidak menginginkan Anda untuk lebih mencintai orang lain daripada mencintai diri Anda sendiri karena derajat seperti ini hanya bisa dicapai oleh segelintir orang saja. Mereka adalah seperti yang termaktub dalam Al-Qur’an, yang artinya,
“…..Mereka mengutamakan(orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu)….” (Al-Hasyr : 9)
Mereka itu adalah golongan khusus diantara orang-orang mukmin.
Saya hanya meminta kepada Anda untuk mencintai saudara Anda seperti mencintai diri sendiri, serta agar Anda berharap kebaikan itu terjadi pada diri Anda.
Bila Anda lebih mengutamakan kepentingan saudara-saudara Anda seiman  daripada kepentingan diri sendiri sedangkan pada saat itu Anda membutuhkannya, berarti derajat Anda seperti derajat mereka. Bila Anda telah sampai pada derajat itu, berarti derajat Anda menjadi tinggi dan kedudukan Anda menjadi mulia disisi Alloh swt..
Demikianlah yang dilakukan oleh orang-orang besar,”Mereka mengutamakan orang lain atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu.” Ketika Anda sampai pada derajat ini, Anda akan merasakan kebahagiaan jiwa yang luar biasa. Berkat curahan rasa iman yang mengalir di urat nadi Anda, akan mengubah jiwa Anda menjadi jiwa yang tenang.
Alloh swt. berfirman, yang artinya,
“…..Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya,  mereka itulah orang-orang yang beruntung.”(Al-Hasyr:9)
Ya, Alloh jadikanlah kami termasuk orang-orang yang mengutamakan orang-orang lain, atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu. Tidak ada cara yang lebih utama untuk menghilangkan kecemasan dibandingkan denagn memberikan suatu kebaikan dan berbuat baik kepada orang lain. Hal ini bukan sekadar nasihat, melainkan fakta nyata yang berkaitan dengan kejiwaan. Ini sudah menjadi ketetapan para pakar kejiwaan.
Bila Anda ingin mengetahui kebenaran teori ini, cobalah sendiri. Cobalah untuk berbuat baik kepada lorang lain dan memberikan amal kebaikan kepada orang lain. Namun dengan syarat pemberian Anda itu sekadar bentuk pelayanan tanpa imbalan materi.
Anda akan melihat dan merasakan betapa menjadi lapangnya hati Anda. Suatu ketika, seorang laki-laki datang mengadu kepada Rasululloh saw. bahwa hatinya menjadi keras. Ia mengadu kepada Rasululloh saw. bahwa ia merasa susah, sedih, dan cemas. Hal inilah yang menyebabkan seseorang itu merasakan bahwa hatinya menjadi keras. Perhatikan apa yang disabdakan oleh Rasululloh saw. kepadanya,
“Usaplah kepala anak yatim dan beri makan orang miskin.”(HR Ahmad dan Baihaqi)
Para pakar kejiwaan mengatakan, “Anda akan merasa bahagia ketika melihat orang lain bahagia. Anda akan merasa bahagia bila Anda menjadi menyebab dari kebahagiaan orang lain.”Theodore Drezr, seorang pakar dari Amerika yang dikenal sebagai sosok atheis pernah mengatakan, “Bila seseorang ingin mendapat kenikmatan hidup hendaknya ia berperanjuga dalam membawa kenikmatan bagi orang lain karena kenikmatan seseorang itu bergantung atas kenikmatan orang lain. Begitu pula kenikmatan orang lain itu tergantung kepada kenikmatan seseorang.”
Orang ini telah menetapkan dari sisi pandang materi saja, yakni dari sisi kebahagiaan dunia saja. Ia menetapkan  bahwa kenikmatan seseorang tergantung kepada kenikmatan orang lain. Lantas bagaimana dengan Anda sedangkan Anda adalah seorang muslim. Tentu Anda mengetahui bahwa memberikan amal baik dan berbuat baik kepada orang lain tidak hanya membawa kenikmatan di dunia saja, melainkan juga akan membawa kenikmatan di akhirat dan kebahagiaan yang abadi.
Hal ini dapat dilakukan misalnya, bila kita memberikan amal baik kepada orang lain, maka akan menjaga seseorang di dunia dari bencana keburukan. Sebagaimana Rasululloh saw. bersabda,
“orang-orang yang gemar berbuat kebaikan terjaga dari bencana keburukan. Ahli kebaikan di dunia merupakan juga ahli kebaikan di akhirat. Dan orang yang pertama kali masuk surga adalah mereka yang ahli dalam kebaikan.”(HR Al-Haakim dan Al-Baihaqi)
Alloh swt. akan menghilangkan kegelisahan seseorang yang gemar membantu sesamanya sewaktu di dunia, juga orang yang gemar menolong orang lain yang kesulitan. Selanjutnya, urusannya tidak hanya begini saja, melainkan balasannya adalah setimpal dengan jenis perbuatannya. Seandainya balasannya memang demikian, tampaknya ini cukuplah sebagai alasan atau sebab untuk berbuat kebaikan. Rasululloh saw. bersabda, yang artinya,
“Siapa yang menghilangkan kegelisahan seorang mukmin dari kegelisahan-kegelisahannya di dunia, niscaya Alloh swt. menghilangkan kegelisahan-kegelisahannya pada hari kiamat. Dan siapa yang memberikan kemudahan kkepada seseorang dari kesulitan, Alloh swt. akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat. Dan Alloh swt. akan memberi pertolongan kepada hamba-Nya selama hamba-Nya itu memberi pertolongan kepada saudaranya…”(HR Muslim dan yang lainnya)
Dengan perbuatan baik dan pertolongan Anda kepada orang lain, Anda akan mendapat ridho dan taufik dari-Nya. Hal ini juga akan menjadi penolong bagi Anda ketika menghadapi urusan-urusan keduniaan, juga menghilangkan diri Anda dari kegelisahan-kegelisahan di akhirat.
Apakah di sana ada karunia yang lebih besar dari semua ini? Orang yang hidup hanya untuk dirinya sendiri, orang tersebut sama sekali tidak dapat merasakan indah dan nikamatnya hidup, sehingga Anda akan melihat orang itu selalu susah dan sedih.
Benar sekali orang yang mengatakan, “Orang yang hidup hanya untuk dirinya sendiri tidak berhak untuk dilahirkan.”
Orang yang hidupnya hanya untuk dirinya sendiri itu menyangka bahwa ia telah membantu dirinya sendiri ketika ia mengumpulkan segala kebaikan untuk dirinya dan melarang dirinya untuk membantu orang lain. Ia menduga bahwa dengan membantu orang lain, akan merugikan dirinya secara materi. Jika kita mengukur secara duniawi, boleh jadi anggapan ini benar, yaitu akan menyebabkan kerugian materi sekadarnya. Akan tetapi, pada hakikatnya, ia tidak mengalami rugi sedikitpun.
Dari sisi pandang materi, Alloh swt. akan memberikan keberkahan kepada rezeki orang yang gemar membantu orang lain. Mengenai sisi perbuatan orang yang gemar membantu orang lain, Alloh swt. akan memberikan pertolongan kepada seseorang yang selalu memberi pertolongan kepada saudaranya. Coba Anda bayangkan bagaimana perasaan orang yang mendapat pertolonagn Alloh swt.
Ini merupakan hal tersendiri. Hal lainnya, sekalipun seseorang telah dirugikan sedikit secara materi, namun perolehan moral yang akan ia dapatkan lebih besar daripada sekadar kerugian materi yang tentunya dapat dihitung. (dikutip dari buku Adil Fathi Abdullah Membangun Positive Thinking Secara Islam)      

       


  
    

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

CINTAILAH ORANG LAIN SEPERTI MENCINTAI DIRI SENDIRI

Ini bukan sekadar nasihat dan bukan sekadar kata-kata hikmah. Ini merupakan obat jiwa dari sekian banyak penyakit jiwa yang ada. Ini juga merupakan hukum untuk membawa kebahagiaan bagi jiwa manusia, bahkan sesungguhnya, perkataan ini merupakan ucapan manusia pilihan, yaitu Nabi Muhammad saw.. Merupakan hal yang sangat penting jika kita memegang teguh sabda  di atas karena jiwa manusia akan menjadi baik bila berpegang  dengan perkataan ini. Rasululloh saw. bersabda, yang artinya,

“Salah seorang dari kalian tidak dikatakan beriman, hingga mencintai saudaranya seperti halnya mencintai dirinya sendiri.”(Muttafaq ‘alaih)
Ketika Anda mencintai saudara Anda seperti Anda mencintai diri sendiri, dada Anda akan terasa lapang, jiwa Anda akan terasa tenang, dan Anda akan merasakan puncak kepuasan. Hanya dengan itulah Anda akan merasakan manisnya iman. Manisnya iman ini tidak dapat dirasakan dengan lisan, melainkan dengan hati. Anda juga akan merasakan kebahagiaan jiwa yang menyeluruh. Tahukah Anda mengapa ini dapat terjadi? Karena kebahagiaan Anda menjadi bertambah, ketika Anda melepaskan diri dari rasa bencidan memenuhinya dengan rasa cinta. Kebahagiaan Anda menjadi bertambah ketika Anda menanggalkan titik-titik hitam. Titik-titik hitam ini bisa berupa rasa dengki, benci, dendam, iri, dan lain sebagainya.
Semua keburukan itu telah mulai berakhir dan berjatuhan ketika Anda mulai mencintai saudara Anda seperti halnya mencintai diri sendiri. Ketika itulah Anda merasakan ketenangan jiwa.
Jika pertanyaannya, mengapa Anda merasa iri kepada saudara Anda? Jawabannya adalah karena Anda lebih mencintai diri sendiri. Anda berharap terjadi suatu kebaikan pada diri Anda dan tidak mengharapkan terjadi pada selain Anda. Ketika Anda mencintai selain Anda seperti halnya mencintai diri sendiri, akan hilanglah rasa iri itu.
Terkadang Anda biasa mengatakan, “Setiap orang lebih mencintai dirinya sendiri.” Iya, memang. Dan saya tidak menginginkan Anda untuk lebih mencintai orang lain daripada mencintai diri Anda sendiri karena derajat seperti ini hanya bisa dicapai oleh segelintir orang saja. Mereka adalah seperti yang termaktub dalam Al-Qur’an, yang artinya,
“…..Mereka mengutamakan(orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu)….” (Al-Hasyr : 9)
Mereka itu adalah golongan khusus diantara orang-orang mukmin.
Saya hanya meminta kepada Anda untuk mencintai saudara Anda seperti mencintai diri sendiri, serta agar Anda berharap kebaikan itu terjadi pada diri Anda.
Bila Anda lebih mengutamakan kepentingan saudara-saudara Anda seiman  daripada kepentingan diri sendiri sedangkan pada saat itu Anda membutuhkannya, berarti derajat Anda seperti derajat mereka. Bila Anda telah sampai pada derajat itu, berarti derajat Anda menjadi tinggi dan kedudukan Anda menjadi mulia disisi Alloh swt..
Demikianlah yang dilakukan oleh orang-orang besar,”Mereka mengutamakan orang lain atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu.” Ketika Anda sampai pada derajat ini, Anda akan merasakan kebahagiaan jiwa yang luar biasa. Berkat curahan rasa iman yang mengalir di urat nadi Anda, akan mengubah jiwa Anda menjadi jiwa yang tenang.
Alloh swt. berfirman, yang artinya,
“…..Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya,  mereka itulah orang-orang yang beruntung.”(Al-Hasyr:9)
Ya, Alloh jadikanlah kami termasuk orang-orang yang mengutamakan orang-orang lain, atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu. Tidak ada cara yang lebih utama untuk menghilangkan kecemasan dibandingkan denagn memberikan suatu kebaikan dan berbuat baik kepada orang lain. Hal ini bukan sekadar nasihat, melainkan fakta nyata yang berkaitan dengan kejiwaan. Ini sudah menjadi ketetapan para pakar kejiwaan.
Bila Anda ingin mengetahui kebenaran teori ini, cobalah sendiri. Cobalah untuk berbuat baik kepada lorang lain dan memberikan amal kebaikan kepada orang lain. Namun dengan syarat pemberian Anda itu sekadar bentuk pelayanan tanpa imbalan materi.
Anda akan melihat dan merasakan betapa menjadi lapangnya hati Anda. Suatu ketika, seorang laki-laki datang mengadu kepada Rasululloh saw. bahwa hatinya menjadi keras. Ia mengadu kepada Rasululloh saw. bahwa ia merasa susah, sedih, dan cemas. Hal inilah yang menyebabkan seseorang itu merasakan bahwa hatinya menjadi keras. Perhatikan apa yang disabdakan oleh Rasululloh saw. kepadanya,
“Usaplah kepala anak yatim dan beri makan orang miskin.”(HR Ahmad dan Baihaqi)
Para pakar kejiwaan mengatakan, “Anda akan merasa bahagia ketika melihat orang lain bahagia. Anda akan merasa bahagia bila Anda menjadi menyebab dari kebahagiaan orang lain.”Theodore Drezr, seorang pakar dari Amerika yang dikenal sebagai sosok atheis pernah mengatakan, “Bila seseorang ingin mendapat kenikmatan hidup hendaknya ia berperanjuga dalam membawa kenikmatan bagi orang lain karena kenikmatan seseorang itu bergantung atas kenikmatan orang lain. Begitu pula kenikmatan orang lain itu tergantung kepada kenikmatan seseorang.”
Orang ini telah menetapkan dari sisi pandang materi saja, yakni dari sisi kebahagiaan dunia saja. Ia menetapkan  bahwa kenikmatan seseorang tergantung kepada kenikmatan orang lain. Lantas bagaimana dengan Anda sedangkan Anda adalah seorang muslim. Tentu Anda mengetahui bahwa memberikan amal baik dan berbuat baik kepada orang lain tidak hanya membawa kenikmatan di dunia saja, melainkan juga akan membawa kenikmatan di akhirat dan kebahagiaan yang abadi.
Hal ini dapat dilakukan misalnya, bila kita memberikan amal baik kepada orang lain, maka akan menjaga seseorang di dunia dari bencana keburukan. Sebagaimana Rasululloh saw. bersabda,
“orang-orang yang gemar berbuat kebaikan terjaga dari bencana keburukan. Ahli kebaikan di dunia merupakan juga ahli kebaikan di akhirat. Dan orang yang pertama kali masuk surga adalah mereka yang ahli dalam kebaikan.”(HR Al-Haakim dan Al-Baihaqi)
Alloh swt. akan menghilangkan kegelisahan seseorang yang gemar membantu sesamanya sewaktu di dunia, juga orang yang gemar menolong orang lain yang kesulitan. Selanjutnya, urusannya tidak hanya begini saja, melainkan balasannya adalah setimpal dengan jenis perbuatannya. Seandainya balasannya memang demikian, tampaknya ini cukuplah sebagai alasan atau sebab untuk berbuat kebaikan. Rasululloh saw. bersabda, yang artinya,
“Siapa yang menghilangkan kegelisahan seorang mukmin dari kegelisahan-kegelisahannya di dunia, niscaya Alloh swt. menghilangkan kegelisahan-kegelisahannya pada hari kiamat. Dan siapa yang memberikan kemudahan kkepada seseorang dari kesulitan, Alloh swt. akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat. Dan Alloh swt. akan memberi pertolongan kepada hamba-Nya selama hamba-Nya itu memberi pertolongan kepada saudaranya…”(HR Muslim dan yang lainnya)
Dengan perbuatan baik dan pertolongan Anda kepada orang lain, Anda akan mendapat ridho dan taufik dari-Nya. Hal ini juga akan menjadi penolong bagi Anda ketika menghadapi urusan-urusan keduniaan, juga menghilangkan diri Anda dari kegelisahan-kegelisahan di akhirat.
Apakah di sana ada karunia yang lebih besar dari semua ini? Orang yang hidup hanya untuk dirinya sendiri, orang tersebut sama sekali tidak dapat merasakan indah dan nikamatnya hidup, sehingga Anda akan melihat orang itu selalu susah dan sedih.
Benar sekali orang yang mengatakan, “Orang yang hidup hanya untuk dirinya sendiri tidak berhak untuk dilahirkan.”
Orang yang hidupnya hanya untuk dirinya sendiri itu menyangka bahwa ia telah membantu dirinya sendiri ketika ia mengumpulkan segala kebaikan untuk dirinya dan melarang dirinya untuk membantu orang lain. Ia menduga bahwa dengan membantu orang lain, akan merugikan dirinya secara materi. Jika kita mengukur secara duniawi, boleh jadi anggapan ini benar, yaitu akan menyebabkan kerugian materi sekadarnya. Akan tetapi, pada hakikatnya, ia tidak mengalami rugi sedikitpun.
Dari sisi pandang materi, Alloh swt. akan memberikan keberkahan kepada rezeki orang yang gemar membantu orang lain. Mengenai sisi perbuatan orang yang gemar membantu orang lain, Alloh swt. akan memberikan pertolongan kepada seseorang yang selalu memberi pertolongan kepada saudaranya. Coba Anda bayangkan bagaimana perasaan orang yang mendapat pertolonagn Alloh swt.
Ini merupakan hal tersendiri. Hal lainnya, sekalipun seseorang telah dirugikan sedikit secara materi, namun perolehan moral yang akan ia dapatkan lebih besar daripada sekadar kerugian materi yang tentunya dapat dihitung. (dikutip dari buku Adil Fathi Abdullah Membangun Positive Thinking Secara Islam)      

       


  

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS