Ini bukan
sekadar nasihat dan bukan sekadar kata-kata hikmah. Ini merupakan obat jiwa
dari sekian banyak penyakit jiwa yang ada. Ini juga merupakan hukum untuk
membawa kebahagiaan bagi jiwa manusia, bahkan sesungguhnya, perkataan ini
merupakan ucapan manusia pilihan, yaitu Nabi Muhammad saw.. Merupakan hal yang
sangat penting jika kita memegang teguh sabda
di atas karena jiwa manusia akan menjadi baik bila berpegang dengan perkataan ini. Rasululloh saw.
bersabda, yang artinya,
“Salah
seorang dari kalian tidak dikatakan beriman, hingga mencintai saudaranya
seperti halnya mencintai dirinya sendiri.”(Muttafaq ‘alaih)
Ketika Anda
mencintai saudara Anda seperti Anda mencintai diri sendiri, dada Anda akan
terasa lapang, jiwa Anda akan terasa tenang, dan Anda akan merasakan puncak
kepuasan. Hanya dengan itulah Anda akan merasakan manisnya iman. Manisnya iman
ini tidak dapat dirasakan dengan lisan, melainkan dengan hati. Anda juga akan
merasakan kebahagiaan jiwa yang menyeluruh. Tahukah Anda mengapa ini dapat terjadi?
Karena kebahagiaan Anda menjadi bertambah, ketika Anda melepaskan diri dari
rasa bencidan memenuhinya dengan rasa cinta. Kebahagiaan Anda menjadi bertambah
ketika Anda menanggalkan titik-titik hitam. Titik-titik hitam ini bisa berupa
rasa dengki, benci, dendam, iri, dan lain sebagainya.
Semua
keburukan itu telah mulai berakhir dan berjatuhan ketika Anda mulai mencintai
saudara Anda seperti halnya mencintai diri sendiri. Ketika itulah Anda
merasakan ketenangan jiwa.
Jika
pertanyaannya, mengapa Anda merasa iri kepada saudara Anda? Jawabannya adalah
karena Anda lebih mencintai diri sendiri. Anda berharap terjadi suatu kebaikan
pada diri Anda dan tidak mengharapkan terjadi pada selain Anda. Ketika Anda
mencintai selain Anda seperti halnya mencintai diri sendiri, akan hilanglah
rasa iri itu.
Terkadang
Anda biasa mengatakan, “Setiap orang lebih mencintai dirinya sendiri.” Iya,
memang. Dan saya tidak menginginkan Anda untuk lebih mencintai orang lain
daripada mencintai diri Anda sendiri karena derajat seperti ini hanya bisa
dicapai oleh segelintir orang saja. Mereka adalah seperti yang termaktub dalam
Al-Qur’an, yang artinya,
“…..Mereka
mengutamakan(orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri sekalipun mereka
memerlukan (apa yang mereka berikan itu)….” (Al-Hasyr :
9)
Mereka itu
adalah golongan khusus diantara orang-orang mukmin.
Saya hanya
meminta kepada Anda untuk mencintai saudara Anda seperti mencintai diri
sendiri, serta agar Anda berharap kebaikan itu terjadi pada diri Anda.
Bila Anda
lebih mengutamakan kepentingan saudara-saudara Anda seiman daripada kepentingan diri sendiri sedangkan
pada saat itu Anda membutuhkannya, berarti derajat Anda seperti derajat mereka.
Bila Anda telah sampai pada derajat itu, berarti derajat Anda menjadi tinggi dan
kedudukan Anda menjadi mulia disisi Alloh swt..
Demikianlah
yang dilakukan oleh orang-orang besar,”Mereka mengutamakan orang lain atas diri
mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu.”
Ketika Anda sampai pada derajat ini, Anda akan merasakan kebahagiaan jiwa yang
luar biasa. Berkat curahan rasa iman yang mengalir di urat nadi Anda, akan
mengubah jiwa Anda menjadi jiwa yang tenang.
Alloh swt.
berfirman, yang artinya,
“…..Dan
siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya,
mereka itulah orang-orang yang beruntung.”(Al-Hasyr:9)
Ya, Alloh
jadikanlah kami termasuk orang-orang yang mengutamakan orang-orang lain, atas
diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu. Tidak
ada cara yang lebih utama untuk menghilangkan kecemasan dibandingkan denagn
memberikan suatu kebaikan dan berbuat baik kepada orang lain. Hal ini bukan
sekadar nasihat, melainkan fakta nyata yang berkaitan dengan kejiwaan. Ini
sudah menjadi ketetapan para pakar kejiwaan.
Bila Anda
ingin mengetahui kebenaran teori ini, cobalah sendiri. Cobalah untuk berbuat
baik kepada lorang lain dan memberikan amal kebaikan kepada orang lain. Namun
dengan syarat pemberian Anda itu sekadar bentuk pelayanan tanpa imbalan materi.
Anda akan
melihat dan merasakan betapa menjadi lapangnya hati Anda. Suatu ketika, seorang
laki-laki datang mengadu kepada Rasululloh saw. bahwa hatinya menjadi keras. Ia
mengadu kepada Rasululloh saw. bahwa ia merasa susah, sedih, dan cemas. Hal
inilah yang menyebabkan seseorang itu merasakan bahwa hatinya menjadi keras.
Perhatikan apa yang disabdakan oleh Rasululloh saw. kepadanya,
“Usaplah
kepala anak yatim dan beri makan orang miskin.”(HR Ahmad
dan Baihaqi)
Para pakar
kejiwaan mengatakan, “Anda akan merasa bahagia ketika melihat orang lain
bahagia. Anda akan merasa bahagia bila Anda menjadi menyebab dari kebahagiaan
orang lain.”Theodore Drezr, seorang pakar dari Amerika yang dikenal sebagai
sosok atheis pernah mengatakan, “Bila seseorang ingin mendapat kenikmatan hidup
hendaknya ia berperanjuga dalam membawa kenikmatan bagi orang lain karena
kenikmatan seseorang itu bergantung atas kenikmatan orang lain. Begitu pula
kenikmatan orang lain itu tergantung kepada kenikmatan seseorang.”
Orang ini
telah menetapkan dari sisi pandang materi saja, yakni dari sisi kebahagiaan
dunia saja. Ia menetapkan bahwa
kenikmatan seseorang tergantung kepada kenikmatan orang lain. Lantas bagaimana
dengan Anda sedangkan Anda adalah seorang muslim. Tentu Anda mengetahui bahwa
memberikan amal baik dan berbuat baik kepada orang lain tidak hanya membawa
kenikmatan di dunia saja, melainkan juga akan membawa kenikmatan di akhirat dan
kebahagiaan yang abadi.
Hal ini
dapat dilakukan misalnya, bila kita memberikan amal baik kepada orang lain,
maka akan menjaga seseorang di dunia dari bencana keburukan. Sebagaimana
Rasululloh saw. bersabda,
“orang-orang
yang gemar berbuat kebaikan terjaga dari bencana keburukan. Ahli kebaikan di
dunia merupakan juga ahli kebaikan di akhirat. Dan orang yang pertama kali
masuk surga adalah mereka yang ahli dalam kebaikan.”(HR
Al-Haakim dan Al-Baihaqi)
Alloh swt.
akan menghilangkan kegelisahan seseorang yang gemar membantu sesamanya sewaktu
di dunia, juga orang yang gemar menolong orang lain yang kesulitan.
Selanjutnya, urusannya tidak hanya begini saja, melainkan balasannya adalah
setimpal dengan jenis perbuatannya. Seandainya balasannya memang demikian,
tampaknya ini cukuplah sebagai alasan atau sebab untuk berbuat kebaikan.
Rasululloh saw. bersabda, yang artinya,
“Siapa yang
menghilangkan kegelisahan seorang mukmin dari kegelisahan-kegelisahannya di
dunia, niscaya Alloh swt. menghilangkan kegelisahan-kegelisahannya pada hari
kiamat. Dan siapa yang memberikan kemudahan kkepada seseorang dari kesulitan,
Alloh swt. akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat. Dan
Alloh swt. akan memberi pertolongan kepada hamba-Nya selama hamba-Nya itu
memberi pertolongan kepada saudaranya…”(HR Muslim dan yang lainnya)
Dengan
perbuatan baik dan pertolongan Anda kepada orang lain, Anda akan mendapat ridho
dan taufik dari-Nya. Hal ini juga akan menjadi penolong bagi Anda ketika
menghadapi urusan-urusan keduniaan, juga menghilangkan diri Anda dari
kegelisahan-kegelisahan di akhirat.
Apakah di
sana ada karunia yang lebih besar dari semua ini? Orang yang hidup hanya untuk
dirinya sendiri, orang tersebut sama sekali tidak dapat merasakan indah dan
nikamatnya hidup, sehingga Anda akan melihat orang itu selalu susah dan sedih.
Benar
sekali orang yang mengatakan, “Orang yang hidup hanya untuk dirinya sendiri
tidak berhak untuk dilahirkan.”
Orang yang
hidupnya hanya untuk dirinya sendiri itu menyangka bahwa ia telah membantu
dirinya sendiri ketika ia mengumpulkan segala kebaikan untuk dirinya dan
melarang dirinya untuk membantu orang lain. Ia menduga bahwa dengan membantu
orang lain, akan merugikan dirinya secara materi. Jika kita mengukur secara
duniawi, boleh jadi anggapan ini benar, yaitu akan menyebabkan kerugian materi
sekadarnya. Akan tetapi, pada hakikatnya, ia tidak mengalami rugi sedikitpun.
Dari sisi
pandang materi, Alloh swt. akan memberikan keberkahan kepada rezeki orang yang
gemar membantu orang lain. Mengenai sisi perbuatan orang yang gemar membantu
orang lain, Alloh swt. akan memberikan pertolongan kepada seseorang yang selalu
memberi pertolongan kepada saudaranya. Coba Anda bayangkan bagaimana perasaan
orang yang mendapat pertolonagn Alloh swt.
Ini
merupakan hal tersendiri. Hal lainnya, sekalipun seseorang telah dirugikan
sedikit secara materi, namun perolehan moral yang akan ia dapatkan lebih besar
daripada sekadar kerugian materi yang tentunya dapat dihitung. (dikutip dari
buku Adil Fathi Abdullah Membangun Positive Thinking Secara Islam)







0 komentar:
Posting Komentar