Banyak
sekali orang yang cemas yang berteman dengan seseorang yang mengalami hal
serupa. Anda akan melihat mereka akan bertukar pikiran mengenai apa yang mereka
cemaskan. Terkadang mereka sengaja duduk berkumpul hanya untuk berbagi cerita
mengenai kesusahan dan kesedihan yang mereka alami. Sebagaimana disabdakan
dalam hadis Rasululloh saw, yang artinya,
“Seseorang
itu mengikuti agama temannya, oleh karena itu lihatlah terlebih dahulu siapa
yang akan dijadikan teman baginya.”(HR At-Tirmidzi)
Dalam perumpamaan
disebutkan bahwa burung mengikuti bagaimana keadaannya. Sungguh, bergaulnya
seseorang yang memiliki rasa cemas dengan teman-temannya yang memiliki sifat
yang sama akan mengakibatkan kecemasan yang dirasakan orang itu menjadi
bertambah. Contohnya, Ahmad merasa cemas karena gaji yang belum ia peroleh,
sedangkan ada isu simpang siur yang mengabarkan bahwa nantinya akan terjadi
sesuatu.
Ahmad
sangat mengkhawatirkan gajinya yang ia bayangkan tidak akan mencukupi
kebutuhan. Hal ini tentu sangat mencemaskan baginya. Oleh karena itu,
pembicaraan yang ia ucapkan hanya mengenai gaji yang belum ia peroleh. Ketika
Ahmad bertemu dengan temannya yang bernama Ali, mereka mulai berbicara mengenai
hal itu pula, hingga akhirnya keduanya saling mengungkapkan kecemasan. Mereka
telah menghabiskan banyak waktu hanya untuk berbicara mengenai perasaan cemas
yang berkaitan dengan masa depan dan yang berkaitan dengan anak-anak mereka.
Dengan demikian, keduanya telah saling mencurahkan kecemasan yang dialami satu
sama lain.
Setelah
keduanya berpisah menuju ke tempat masing-masing, mereka mulai merasa lega,
namun hanya sementara karena rasa lega itu timbul akibat keduanya telah saling
mencurahkan isi hati mereka. Rasa cemas itu sendiri belum sepenuhnya berakhir.
Mereka masih merasa cemas. Alangkah baiknya bila temannya yang bernama Ali ini
mau berbuat yang benar dengan tidak menambahkan beban kecemasan yang dialami
Ahmad. Seharusnya ia membantunya agar terbebas dari cemas dengan cara mencari
solusi bersama-sama untuk mengatasi permasalahan yang sedang mereka bicarakan
selama ini.
Bila tidak
ada solusi, sebaiknya serahkanlah sepenuhnya kepada Alloh swt. dan jangan
terlalu dipikirkan. Karena berpikir mengenai permasalahan yang tidak ada
solusinya dan masalah yang menimbulkan rasa cemas, hanya akan membuang-buang
waktu.
Oleh karena
itu, serahkan saja segala urusan kepada Alloh swt. dan ridholah dengan apa yang
akan terjadi atau cari penyelesainnya nanti. Sekarang, alangkah baiknya bila
kita tidak menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang tidak dapat kita selesaikan.
Memiliki sosok teman yang sama-sama memiliki rasa cemas merupakan suatu masalah
karena mereka tidak akan membantu kita untuk mencari solusi, akan tetapi justru
akan membuat kita merasa kecewa dan menyesal.
Ini
merupakan hal terburuk dalam kecemasan
Anda karena akan menghilangkan kebahagiaan Anda dan menjauhkan Anda dari
kebahagiaan itu. Hal itu karena adanya perasaan kecewa pada diri sendiri dan
selalu membicarakan mengenai nasib buruk adalah merupakan perilaku yang akan menghancurkan
kepribadian. Seseorang dengan cara berpikir seperti ini tidak akan menemukan
solusi, sekalipun solusi itu sudah ada dihadapannya karena ia hanya memandang
titik-titik hitam yang sangat gelap dalam hidupnya dan tidak menghargai
kesuksesan yang telah ia capai. Ia justru lebih berkonsentrasi pada hal lain.
Sebagai
contoh, apabila orang ini adalah sosok sarjana dan lulus di tahun terakhir masa
kuliahnya dengan nilai ”Cukup” ,Anda akan melihat ia tidak bergembira dengan
kelulusannya, melainkan terus meratapi nasibnya karena tidak mendapat nilai
“Bagus”.
Dengan
begitu, orang ini merasa bahwa ia tidak mendapatkan hal-hal yang ia inginkan.
Bila orang ini mendapatkan nilai “Bagus”, Anda juga akan melihatnya bersedih
karena tidak memperoleh nilai “Bagus sekali” karena baginya nilai itu akan
berguna sekali agar ia untuk menempati jabatan tertentu. Begitulah, seseorang
selalu memamdang sisi terbaiknya. Berawal dari sana, orang ini akan selalu
merasa cemas.
Seandainya
ia memandang sisi terbaik atau sisi yang baik saja dalam hidupnya, lalu optimis
dengan hal tertentu Anda akan melihat ia menjadi lebih baik dan lebih
menyenangkan.
Untuk ini,
sebaiknya ia berusaha menghilangkan cara berfikir seperti itu. Sebaiknya ia
membebaskan dirinya ddari teman-teman yang gemar merasa cemas karena mereka
akan membantunya berfikir dengan cara seperti ini serta mereka tidak akan dapat
menunjukkan kepadanya sisi yang paling cemerlang dan paling bersinar dari
hidupnya. Ini bukan sekadar nasihat dan bukan sekadar kata-kata hikmah. Ini
merupakan obat jiwa dari sekian banyak penyakit jiwa yang ada. Ini juga
merupakan hukum untuk membawa kebahagiaan bagi jiwa manusia, bahkan
sesungguhnya, perkataan ini merupakan ucapan manusia pilihan, yaitu Nabi
Muhammad saw.. Merupakan hal yang sangat penting jika kita memegang teguh
sabda di atas karena jiwa manusia akan
menjadi baik bila berpegang dengan perkataan
ini. Rasululloh saw. bersabda, yang artinya,
“Salah
seorang dari kalian tidak dikatakan beriman, hingga mencintai saudaranya
seperti halnya mencintai dirinya sendiri.”(Muttafaq ‘alaih)
Ketika Anda
mencintai saudara Anda seperti Anda mencintai diri sendiri, dada Anda akan
terasa lapang, jiwa Anda akan terasa tenang, dan Anda akan merasakan puncak
kepuasan. Hanya dengan itulah Anda akan merasakan manisnya iman. Manisnya iman
ini tidak dapat dirasakan dengan lisan, melainkan dengan hati. Anda juga akan
merasakan kebahagiaan jiwa yang menyeluruh. Tahukah Anda mengapa ini dapat terjadi?
Karena kebahagiaan Anda menjadi bertambah, ketika Anda melepaskan diri dari
rasa bencidan memenuhinya dengan rasa cinta. Kebahagiaan Anda menjadi bertambah
ketika Anda menanggalkan titik-titik hitam. Titik-titik hitam ini bisa berupa
rasa dengki, benci, dendam, iri, dan lain sebagainya.
Semua
keburukan itu telah mulai berakhir dan berjatuhan ketika Anda mulai mencintai
saudara Anda seperti halnya mencintai diri sendiri. Ketika itulah Anda
merasakan ketenangan jiwa.
Jika
pertanyaannya, mengapa Anda merasa iri kepada saudara Anda? Jawabannya adalah
karena Anda lebih mencintai diri sendiri. Anda berharap terjadi suatu kebaikan
pada diri Anda dan tidak mengharapkan terjadi pada selain Anda. Ketika Anda
mencintai selain Anda seperti halnya mencintai diri sendiri, akan hilanglah
rasa iri itu.
Terkadang
Anda biasa mengatakan, “Setiap orang lebih mencintai dirinya sendiri.” Iya,
memang. Dan saya tidak menginginkan Anda untuk lebih mencintai orang lain
daripada mencintai diri Anda sendiri karena derajat seperti ini hanya bisa
dicapai oleh segelintir orang saja. Mereka adalah seperti yang termaktub dalam
Al-Qur’an, yang artinya,
“…..Mereka
mengutamakan(orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri sekalipun mereka
memerlukan (apa yang mereka berikan itu)….” (Al-Hasyr :
9)
Mereka itu
adalah golongan khusus diantara orang-orang mukmin.
Saya hanya
meminta kepada Anda untuk mencintai saudara Anda seperti mencintai diri
sendiri, serta agar Anda berharap kebaikan itu terjadi pada diri Anda.
Bila Anda
lebih mengutamakan kepentingan saudara-saudara Anda seiman daripada kepentingan diri sendiri sedangkan
pada saat itu Anda membutuhkannya, berarti derajat Anda seperti derajat mereka.
Bila Anda telah sampai pada derajat itu, berarti derajat Anda menjadi tinggi dan
kedudukan Anda menjadi mulia disisi Alloh swt..
Demikianlah
yang dilakukan oleh orang-orang besar,”Mereka mengutamakan orang lain atas diri
mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu.”
Ketika Anda sampai pada derajat ini, Anda akan merasakan kebahagiaan jiwa yang
luar biasa. Berkat curahan rasa iman yang mengalir di urat nadi Anda, akan
mengubah jiwa Anda menjadi jiwa yang tenang.
Alloh swt.
berfirman, yang artinya,
“…..Dan
siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya,
mereka itulah orang-orang yang beruntung.”(Al-Hasyr:9)
Ya, Alloh
jadikanlah kami termasuk orang-orang yang mengutamakan orang-orang lain, atas
diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu. Tidak
ada cara yang lebih utama untuk menghilangkan kecemasan dibandingkan denagn
memberikan suatu kebaikan dan berbuat baik kepada orang lain. Hal ini bukan
sekadar nasihat, melainkan fakta nyata yang berkaitan dengan kejiwaan. Ini
sudah menjadi ketetapan para pakar kejiwaan.
Bila Anda
ingin mengetahui kebenaran teori ini, cobalah sendiri. Cobalah untuk berbuat
baik kepada lorang lain dan memberikan amal kebaikan kepada orang lain. Namun
dengan syarat pemberian Anda itu sekadar bentuk pelayanan tanpa imbalan materi.
Anda akan
melihat dan merasakan betapa menjadi lapangnya hati Anda. Suatu ketika, seorang
laki-laki datang mengadu kepada Rasululloh saw. bahwa hatinya menjadi keras. Ia
mengadu kepada Rasululloh saw. bahwa ia merasa susah, sedih, dan cemas. Hal
inilah yang menyebabkan seseorang itu merasakan bahwa hatinya menjadi keras.
Perhatikan apa yang disabdakan oleh Rasululloh saw. kepadanya,
“Usaplah
kepala anak yatim dan beri makan orang miskin.”(HR Ahmad
dan Baihaqi)
Para pakar
kejiwaan mengatakan, “Anda akan merasa bahagia ketika melihat orang lain
bahagia. Anda akan merasa bahagia bila Anda menjadi menyebab dari kebahagiaan
orang lain.”Theodore Drezr, seorang pakar dari Amerika yang dikenal sebagai
sosok atheis pernah mengatakan, “Bila seseorang ingin mendapat kenikmatan hidup
hendaknya ia berperanjuga dalam membawa kenikmatan bagi orang lain karena
kenikmatan seseorang itu bergantung atas kenikmatan orang lain. Begitu pula
kenikmatan orang lain itu tergantung kepada kenikmatan seseorang.”
Orang ini
telah menetapkan dari sisi pandang materi saja, yakni dari sisi kebahagiaan
dunia saja. Ia menetapkan bahwa
kenikmatan seseorang tergantung kepada kenikmatan orang lain. Lantas bagaimana
dengan Anda sedangkan Anda adalah seorang muslim. Tentu Anda mengetahui bahwa
memberikan amal baik dan berbuat baik kepada orang lain tidak hanya membawa
kenikmatan di dunia saja, melainkan juga akan membawa kenikmatan di akhirat dan
kebahagiaan yang abadi.
Hal ini
dapat dilakukan misalnya, bila kita memberikan amal baik kepada orang lain,
maka akan menjaga seseorang di dunia dari bencana keburukan. Sebagaimana
Rasululloh saw. bersabda,
“orang-orang
yang gemar berbuat kebaikan terjaga dari bencana keburukan. Ahli kebaikan di
dunia merupakan juga ahli kebaikan di akhirat. Dan orang yang pertama kali
masuk surga adalah mereka yang ahli dalam kebaikan.”(HR
Al-Haakim dan Al-Baihaqi)
Alloh swt.
akan menghilangkan kegelisahan seseorang yang gemar membantu sesamanya sewaktu
di dunia, juga orang yang gemar menolong orang lain yang kesulitan.
Selanjutnya, urusannya tidak hanya begini saja, melainkan balasannya adalah
setimpal dengan jenis perbuatannya. Seandainya balasannya memang demikian,
tampaknya ini cukuplah sebagai alasan atau sebab untuk berbuat kebaikan.
Rasululloh saw. bersabda, yang artinya,
“Siapa yang
menghilangkan kegelisahan seorang mukmin dari kegelisahan-kegelisahannya di
dunia, niscaya Alloh swt. menghilangkan kegelisahan-kegelisahannya pada hari
kiamat. Dan siapa yang memberikan kemudahan kkepada seseorang dari kesulitan,
Alloh swt. akan memberikan kemudahan kepadanya di dunia dan di akhirat. Dan
Alloh swt. akan memberi pertolongan kepada hamba-Nya selama hamba-Nya itu
memberi pertolongan kepada saudaranya…”(HR Muslim dan yang lainnya)
Dengan
perbuatan baik dan pertolongan Anda kepada orang lain, Anda akan mendapat ridho
dan taufik dari-Nya. Hal ini juga akan menjadi penolong bagi Anda ketika
menghadapi urusan-urusan keduniaan, juga menghilangkan diri Anda dari
kegelisahan-kegelisahan di akhirat.
Apakah di
sana ada karunia yang lebih besar dari semua ini? Orang yang hidup hanya untuk
dirinya sendiri, orang tersebut sama sekali tidak dapat merasakan indah dan
nikamatnya hidup, sehingga Anda akan melihat orang itu selalu susah dan sedih.
Benar
sekali orang yang mengatakan, “Orang yang hidup hanya untuk dirinya sendiri
tidak berhak untuk dilahirkan.”
Orang yang
hidupnya hanya untuk dirinya sendiri itu menyangka bahwa ia telah membantu
dirinya sendiri ketika ia mengumpulkan segala kebaikan untuk dirinya dan
melarang dirinya untuk membantu orang lain. Ia menduga bahwa dengan membantu
orang lain, akan merugikan dirinya secara materi. Jika kita mengukur secara
duniawi, boleh jadi anggapan ini benar, yaitu akan menyebabkan kerugian materi
sekadarnya. Akan tetapi, pada hakikatnya, ia tidak mengalami rugi sedikitpun.
Dari sisi
pandang materi, Alloh swt. akan memberikan keberkahan kepada rezeki orang yang
gemar membantu orang lain. Mengenai sisi perbuatan orang yang gemar membantu
orang lain, Alloh swt. akan memberikan pertolongan kepada seseorang yang selalu
memberi pertolongan kepada saudaranya. Coba Anda bayangkan bagaimana perasaan
orang yang mendapat pertolonagn Alloh swt.
Ini
merupakan hal tersendiri. Hal lainnya, sekalipun seseorang telah dirugikan
sedikit secara materi, namun perolehan moral yang akan ia dapatkan lebih besar
daripada sekadar kerugian materi yang tentunya dapat dihitung. (dikutip dari
buku Adil Fathi Abdullah Membangun Positive Thinking Secara Islam)
0 komentar:
Posting Komentar